Sunday, June 29, 2014

Produk Makanan Transgenik, Ancaman bagi Kelangsungan Hidup Manusia


Kemarin tanggal 25 Mei 2013, seluruh dunia berdiri berdampingan menolak produk makanan transgenik yang dalam bahasa Inggris umum dikenal sebagai GMO (Genetically Modified Organism). Kegiatan ini diberi label 'March againts Monsanto'.

Nama ini diberikan karena Monsanto adalah produsen makanan transgenik terbesar di dunia.

Untuk wilayah Bali, kegiatan ini dipusatkan di pusat kegiatan IDEP di Batuan Ubud. Dengan menghadirkan pembicara HIRA JHAMTANI, Direktur Konsorsium Nasional untuk Pelestarian Hutan dan Alam Indonesia (KONPHALINDO), sebuah organisasi non-pemerintah yang melakukan penelitian dan penyebaran informasi tentang lingkungan hidup. ROBERTO HUBARAT, seorang fasilitator & konsultan berpengalaman yang aktif di bidang pertanian permakultur/organik. RAI BANGSAWAN, seorang konsultan perusahaan asing yang lima belas tahun yang lalu memutusan untuk "turun ke sawah" menjadi petani. Serta STEPHEN LANSING, seorang arkeolog/ekolog, dan penulis buku Perfect Order: Recognizing Complexity in Bali, yang mempelajari cara praktek-praktek spiritual di Bali yang telah berlangsung selama seribu tahun lebih hingga mempercanggih sistem pertanian paling komprehensif dan produktif di dunia.

Beberapa dari kita mungkin masih belum mengerti apa yang disebut dengan produk makanan transgenik. Produk makanan transgenik adalah produk makanan yang berasal dari tanaman atau hewan yang sudah dimodifikasi secara genetik.

Secara resmi, tentu saja otoritas di negara tempat beredarnya produk ini mengatakan tanaman modifikasi genetik aman untuk manusia, karena telah melewati berbagai penelitian dan pengujian. Tapi ketika kita membaca hasil penelitian di luar pernyataan resmi pemerintah, kita akan melihat banyak sekali kesimpulan hasil penelitian lain yang dipublikasikan di berbagai jurnal ilmiah menunjukkan bukti nyata  bahaya dari produk makanan transgenik bagi manusia.

Sangat banyak jenis penyakit yang dapat ditimbulkan karena mengkonsumsi produk MG, salah satunya kangker, karena banyak residu dari produk GM yang tidak bisa terurai dan tidak diterima dalam tubuh manusia.

Contohnya, pada September 2012. Peneliti dari Universitas Caen, Perancis menemukan bahwa tikus putih (mencit) yang diberi pakan jagung transgenik mati lebih awal dibandingkan pada standar diet. Pada mencit yang diberi makanan mengandung NK603 -benih jagung yang toleran terhadap sejumlah obat pembunuh rumput-rumputan Roundup Monsanto- ditemukan tumor mammae (payudara) serta kerusakan hati dan ginjal yang berat. Studi ini dipublikasikan dalam jurnal Food and Chemical Toxicology. Kemudian ditemukan pula, tikus yang diberi makanan transgenik akan menurunkan keturunan ketiga berkelamin jantan yang steril alias mandul.

Selain berbahaya bagi manusia yang mengkonsumsinya. Akibat langsung yang dapat dilihat dari penggunaan pruduk produk transgenik terjadi di dalam beberapa bidang. Mulai dari bidang ekonomi, dimana keberadaan produk trasngenik akan membuat kita tergantung pada produk import. yang produksi bibitnya dikuasai perusahaan tertentu saja, membuat petani yang menguasahakan lahan pertanian jadi tergantung pada pasokan suplai bibit yang mereka sediakan.

Para petani, seringkali tidak menyadari situasi ini. Para petani sayur di kaki gunung, tidak tau apa yang terjadi dengan sayuran dan buah-buahan yang mereka tanam, yang mereka tau hanya; tanaman tersebut tidak bisa ditanam kembali, kalaupun bisa, tidak berbuah, yang mereka tau mereka harus beli bibit lagi dari toko penyalur alat dan bahan pertanian.

Di Gayo ini bisa kita rasakan, bagaimana petani tomat, kentang, Kol dan berbagai tanaman sayuran lain begitu tergantung pada suplai bibit dari luar.

Dari segi lingkungan, keberadaan produk transgenik akan mengurangi jenis tumbuh-tumbuhan di dunia. Yang pada giliran akan mengancam keragaman hayati. Contohnya tananaman Gunur yang dulu banyak terdapat di Gayo, kemungkinan sudah tidak lagi bisa ditemui bibitnya sekarang.


Untuk Indonesia sendiri, regulasi yang longgar telah menjadikan negeri ini sebagai surga bagi produsen produk transgenik. Padahal kalau dilihat benar-benar, sebenarnya tidak ada keuntungan apa yang diambil oleh pemerintah Indonesia dengan membiarkan import bibit Modifikasi Genetik (MG) ini, sebagaimana dulu pemerintahan Orde Baru dengan menyuruh rakyat indonesia makan racun/pestisida melalui program Intensifikasi Pertanian.

Indonesia sebagai negara agraris seharusnya melarang masuknya tanaman MG karena akan mengakibatkan punahnya buah-buahan dan sayuran alami Indonesia.

Tapi melihat parahnya mental korup para penyelenggara negara ini, banyak kalangan yang menolak GMO yang percaya bahwa ini terjadi karena perusahaan GMO ini menyuap para penyelenggara negara di negeri ini untuk memuluskan langkah mereka.

Dan faktanya, di Indonesia, sejak 2006, Monsanto sangat banyak memproduksi benih terminator, yaitu benih yang hanya bisa ditanam satu kali sehingga petani tidak dapat menyimpan dan menggunakan hasilnya untuk penanaman selanjutnya. Pada 2001, Monsanto terlibat skandal yang menghebohkan di Indonesia. Proyek kapas transgeniknya yang digaungkan mampu meningkatkan produksi petani dari 1 ton per hektare menjadi 3,5 ton per hektare, nyatanya tak terbukti.

Monsanto bahkan diduga melakukan penyuapan terhadap sejumlah pejabat pemerintah Indonesia, dengan nilai ratusan ribu dolar AS. Sejumlah Menteri dan pejabat diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Diantaranya, Menteri Pertanian saat itu Bungaran Saragih dan Menteri LH Nabiel Makarim.

Monsanto dihukum oleh Pengadilan New York dengan kewajiban membayar denda sebesar US$ 1,5 juta karena telah melanggar aturan larangan menyuap di luar negeri (the foreign corrupt practices act). Monsanto berhasil berkelit dari jeratan hukum Indonesia. Para aktivis lingkungan di dunia menyebut Monsanto sebagai 'global corporate terrorism.'

Kini, Monsanto menginvestasikan dana sebesar 40 juta dolar AS guna pengembangan benih jagung hibrida dan transgenik di Mojokerto, Jawa Timur. Sedikitnya 10.000 hektare lahan disiapkan. Mojokerto dipilih karena areal di kawasan tersebut sangat cocok bagi pengembangan jagung. Perusahaan pangan multinasional seperti Monsanto selalu menciptakan hantu ancaman keamanan pangan sehingga pemerintah merasa harus memenuhi cadangan pangan nasional khususnya jagung.

Monsanto sudah merasuk sebegitu jauh di negeri ini, tapi parahnya, di Indonesia tidak ada kewajiban bagi produsen produk makanan transgenik untuk mencantumkan label GMO (Genetically Modified Organism) pada kemasan produknya sehingga masyarakat tidak  dapat membedakan dan mengetahuinya. Sebagaimana Amerika dan Eropa mewajibkannya.

Banyak kalangan di Indonesia yang meyakini bahwa kedelai impor yang menjadi bahan baku tempe dan tahu yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia adalah kedelai trangenik. Artinya, kalau ini benar maka tempe dan tahu yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia ini adalah produk transgenik yang bisa menyebabkan kanker dan beresiko menyebabkan kemandulan pada keturunan generasi ketiga.

Selain kedelai, beberapa jenis makanan di indonesia yang disinyalir telah mengalami modifikasi genetik adalah Kol, Brokoli, Salada, Sawi, Tomat, Cabe, Kedelai, Semangka, Timun, Mangga, Jagung, Kentang, Wortel, Telur Ayam Ras, Ayam Potong.

Bagi kalangan penolak Produk makanan Modifikasi Genetik (MG), adalah bencana dunia dan bahaya nyata bagi umat manusia, baik dari sisi penjajahan secara ekonomi, maupun untuk kelangsungan species Homo Sapiens Sapiens di muka bumi.

Jadi untuk kita di Gayo, demi masa depan anak cucu kita kelak. Ada baiknya kita pun memulai langkah untuk kembali menggali keaneka ragaman hayati kita.

Note :

Berikut ini adalah link yang memuat informasi tentang GMO:

http://www.france24.com/en/20120920-france-cancer-link-gm-corn-seralini-university-caen-anses-rats-tumours-monsanto-genetically-modified?ns_mchannel=SEM&ns_source=Google&ns_campaign=France%2024%20RDM_Sciences&ns_linkname=Agriculture%20GMO_gmo&ns_fee=0&gclid=CO2tnrGfv7MCFcl66wodHX0AoA


0 comments:

Post a Comment

My Blog List